Dilema anak pertama. Menurut para pakar, urutan kelahiran akan mempengaruhi karakter anak. Percaya atau tidak, fakta di masyarakat, anak pertama umumnya lebih sukses di bidang akademik daripada adik-adiknya, lebih mandiri, lebih tegas dan kaku. Sementara anak bungsu, umumnya lebih ceria, penyayang, hangat, tapi manja. 

Penyebab dari perbedaan ini, salah satunya bagaimana anak-anak ini biasa diperlakukan orangtuanya.  Sebagai contoh, anak pertama atau sulung, sebelum kelahiran adik-adiknya akan diperlakukan seperti raja atau ratu. Semua keinginannya dipenuhi orang tua. Bagaimana tidak, ia adalah anak pertama yang didambakan seluruh keluarga sehingga kehadirannya bagai menemukan harta karun yang tak ternilai harganya. 

Karena terbiasa menikmati semua kesenangan ini sendiri sebelum kelahiran adik-adiknya, tak heran anak pertama cenderung egois. Namun, anak pertama mendapatkan segala sesuatunya dari orangtua lebih istimewa.  Saat ia lahir, orang tua tentu masih muda dan tidak terlalu sibuk dengan adik-adiknya sehingga ia mendapat kasih sayang berlimpah. Tetapi, tiba-tiba kasih sayang orang tua terenggut oleh kehadiran adik-adiknya dan ia terpaksa harus merelakan itu. Maka, tak heran juga ia lebih sensitif daripada adik-adiknya. 

Karena usia orang tua yang masih relatif muda dan tidak sibuk dengan adik-adiknya, orang tua lebih maksimal mengajarkan membaca, menulis, menghitung dan pelajaran lain-lainnya pada anak pertama. Tidak h si sulung cenderung lebih sukses secara akademik daripada adik-adiknya. Juga, ia mendapat kedisiplinan tinggi dari orangtuanya. Maka, jadilah ia pribadi yang lebih disiplin daripada adik-adiknya.

Seiring waktu dengan kehadiran adiknya, anak pertama dipaksa dewasa oleh orangtuanya di usia yang belum dewasa. Ia dimarahi ketika adiknya terjatuh dan menangis. Orang Tuanya akan mengatakan, “Kamu sebagai kakak, kok ga bisa jagain adik.” Sakit hati ?? Iya! Dan akan menjadi biasa sakit hati selama bertahun-tahun gara-gara label “kakak”. Maka, jadilah ia pribadi yang mandiri tapi selalu menekan perasaannya.

Anak pertama
Anak pertama

Saat ia ingin bermain di usianya yang masih kanak-kanak, orangtua akan menempatkannya sebagai penjaga dan pengawas sang adik. Padahal, dalam hati kecilnya sangat ingin bermain bebas tanpa beban apapun dan sebenarnya ia pun belum paham benar cara menjaga adik. Terbebani ? Iya! Tidak heran, anak pertama cenderung punya sifat mudah stress, sebab ia terbiasa menanggung beban sejak dini.

Saat ia memiliki mainan kesayangan, dan sang adik kecil, idola baru keluarga ingin merebutnya. Orangtua bukannya mencarikan solusi yang sama-sama adil, tapi memaksa anak pertama memberikan mainannya pada adik. Sakit hati? Banget! 

Tapi, ia dipaksa orangtua untuk tidak menangis. Mereka mengatakan, “Masa gitu aja nangis?” “Masa ga mau ngalah sama adik?” Jadi, apakah orangtua sedang mengajarkan anak pertamanya ini bahwa “Kamu boleh merebut hak orang lain?” Atau sedang mengajarkan “Membela diri saat hak dirampas itu tidak dibenarkan?”

Jangan heran, jika suatu saat, di usia SD, SMP atau entah kapan, ia cenderung merebut remote TV tanpa ijin saat adiknya sedang asyik nonton. Atau cenderung meminjam barang-barang adiknya tanpa ijin dan ia tak peduli jika barang yang dipinjamnya rusak atau hilang karena tak dikembalikan ke tempat semula. Atau bahkan cenderung mengabaikan hak-hak adiknya. 

Sebab apa? Sebab orang tua tanpa sadar mengajarkan hal itu saat ia kecil. Saat adiknya menangis ingin merebut mainan kakaknya yang mana mainan itu bukan hak adiknya, bukankah orang tua mengatakan “Mengalah dong sama adik?” 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may also like